Sunday, June 17, 2007

Artikel

Senjata Baru untuk Melawan Rokok

HARI Tanpa Tembakau Sedunia (World No Tobacco Day) yang diperingati setiap tanggal 31 Mei, mendapat kado istimewa tahun ini berupa diadopsinya FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) oleh seluruh 192 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kesepakatan bulat yang berlangsung dalam sidang World Health Assembly, 21 Mei 2003 itu merupakan langkah amat besar dalam penanggulangan masalah merokok dunia, karena diyakini dapat menekan angka kematian akibat rokok.


DEWASA ini ada 4,9 juta orang mati setiap tahunnya akbat rokok. Patut diketahui pula bahwa sekitar 100 juta orang telah meninggal akibat rokok pada abad ke-20. Kalau tren ini terus berjalan maka pada abad ke-21 akan ada satu miliar orang yang meninggal akibat rokok. Kematian sia-sia miliaran manusia inilah yang diharapkan dapat dicegah dengan penerapan FCTC.

Khusus Indonesia, negara dengan konsumsi rokok nomor lima terbesar di dunia, FCTC dapat menjadi senjata untuk melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya asap rokok. Karena itu, FCTC perlu dipahami agar semua pihak dapat berperan aktif dalam proses perundangan dan implementasinya.

FCTC adalah suatu perjanjian/traktat internasional pertama di bidang kesehatan masyarakat. Pembahasannya amat alot dan memakan waktu sekitar empat tahun. Selama masa pembahasan, sekitar 20 juta orang telah meninggal akibat kebiasaan merokok di dunia. Tidak mengherankan bila para ahli kesehatan amat lega dengan diadopsinya FCTC ini.

Isi FCTC

Materi FCTC terdiri dari beberapa bab yang diawali dengan preambul, definisi, tujuan, prinsip umum dan obligasi umum. Setelah itu ada bab pola tarif dan perpajakan untuk menurunkan kebutuhan dan konsumsi tembakau serta pendekatan nontarif untuk menurunkan kebutuhan dan konsumsi tembakau yang meliputi perlindungan perokok pasif, peraturan perundangan, bungkus rokok, dan peringatannya, pendidikan pelatihan dan pengetahuan masyarakat, serta iklan-promosi dan sponsor.

Bab berikutnya membahas penanganan ketergantungan rokok/bantuan berhenti merokok. Isi FCTC selanjutnya adalah yang berhubungan dengan penyediaan rokok, meliputi pencegahan penyelundupan/perdagangan tidak sah, penjualan oleh dan untuk anak-anak/remaja dan pengaturan tentang produksi dan pertanian. Di bagian akhir FCTC dibahas tentang kompensasi, surveilans, riset dan tukar menukar informasi, kerja sama ilmiah, teknik dan legal, pertemuan antar negara, sekretariat, peran WHO, pelaporan dan implementasi, sumber dana, dan penutup.

Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa FCTC merupakan kumpulan aturan yang lengkap untuk menanggulangi masalah merokok. FCTC antara lain menjamin perlunya implementasi peraturan perundangan untuk perlindungan perokok pasif, antara lain dalam bentuk larangan merokok secara total di tempat umum.

Sejauh mungkin harus pula dibuat aturan pelarangan penjualan rokok pada anak berusia di bawah 18 tahun, juga bila mungkin pelarangan penjualan rokok oleh mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Selain itu, perlu ada standar yang meliputi semua proses pembuatan rokok yang mengacu pada standar internasional (WHO) dan perusahaan rokok harus mau memberi informasi lengkap tentang produknya. Untuk para perokok juga harus diadakan program membantu proses berhenti merokok.

Peringatan bahaya

Ada aturan dalam FCTC yang menyebutkan bahwa bungkus rokok harus mencantumkan secara jelas bahaya merokok dan kandungan bahan berbahayanya. Disepakati bahwa peringatan bahaya rokok-dalam bentuk berbagai gambar penyakit dan tulisan bahaya rokok-akan mencakup minimal 30 persen sampai setengah dari permukaan depan bungkus rokok.

Pencantuman istilah low, light, mild, dan lain lain yang selama ini menyesatkan, tidak boleh digunakan lagi. Soalnya, sebenarnya tidak ada penurunan bahaya yang bermakna dengan penurunan kadar tar dan nikotin dengan cara ini. Istilah itu hanya memberi kesan rokok "aman" sehinggga si perokok cenderung merasa "boleh" merokok dan bukan tidak mungkin akan mengonsumsi rokok lebih banyak lagi karena merasa mengisap rokok "ringan".

FCTC juga melarang segala bentuk iklan rokok, langsung atau tidak langsung. Kenyataan menunjukkan, banyak sekali remaja mulai merokok akibat melihat iklan, apalagi yang diperankan oleh wanita cantik atau pria gagah. Maka yang perlu diingatkan adalah merokok akan menimbulkan kulit keriput, bukan kecantikan. Merokok pun memicu sakit paru dan jantung, bukan kegagahan. FCTC juga mengatur bahwa pelarangan iklan harus diimbangi dengan digalakkannya penyuluhan kesehatan.

FCTC mengatur perlunya dibentuk dan diaktifkannya suatu national coordinating mechanism untuk program penanggulangan masalah merokok. Ditegaskan pula bahwa pendekatan melalui pola tarif dan perpajakan merupakan salah satu pendekatan ampuh untuk menanggulangi masalah merokok. Cukai rokok dapat segera dinaikkan hingga dapat dana untuk penanggulangan akibat buruk kebiasaan merokok, sedang larangan penjualan rokok tax free atau duty free perlu segera diimplementasikan.

Penyelundupan rokok-antara lain dengan tulisan bahwa rokok hanya boleh dijual di negara tertentu- serta terlaksananya program surveilans, riset dan tukar menukar informasi antarnegara juga diatur, termasuk dana global untuk membantu program penanggulangan masalah merokok.

Situasi Indonesia

Penanggulangan merokok di Indonesia telah berjalan lama, namun masih terkesan berjalan di tempat. Ada banyak alasan yang menerangkan kenapa Indonesia tidak mampu mengelola program penanggulangan merokok, yang terutama adalah terbatasnya peraturan perundangan yang ada.

Sebenarnya sudah pernah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, tetapi peraturan ini-kendati belum dilaksananakan dengan baik-telah digerogoti dan dua kali diubah menjadi peraturan yang amat lemah sifatnya. Karena itu, diadopsinya FCTC oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia amatlah mencerahkan.

Ada dua alasan utama kenapa FCTC diharapkan dapat menjadi senjata andalan di Indonesia. Pertama, kalau FCTC telah diberlakukan di dunia, maka semua negara akan terikat untuk melaksanakannya, tak terkecuali Indonesia. Mengikuti kesepakatan internasional, Indonesia harus menerapkan semua aturan FCTC dalam program penanggulangan masalah merokok. Kedua, FCTC merupakan aturan amat lengkap sehingga diyakini dapat mengatasi semua masalah yang ada dalam penanggulangan masalah merokok. Ini akan menjadi senjata andalan utama dalam melindungi masyarakat terhadap bahaya merokok.

Namun, setelah diadopsi 21 Mei lalu memang masih ada empat tahap penting selanjutnya agar FCTC dapat memberi manfaat bagi kesehatan manusia. Pertama adalah penandatanganan FCTC oleh Menteri Kesehatan seluruh dunia-termasuk Indonesia-yang diharapkan dilaksanakan Juni 2003. Langkah kedua, yang mungkin perlu perjuangan khusus, adalah meratifikasi FCTC untuk diberlakukan di Indonesia.

Hal itu akan melibatkan berbagai komponen masyarakat, dan tentunya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam hal ini amat diharapkan semua pihak benar-benar dapat melihat kepentingan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Tanpa orang Indonesia yang sehat maka cita-cita bangsa tidak akan tercapai. Untuk menyesuaikan dengan sistem hukum yang ada maka ratifikasi ini perlu diwujudkan dalam bentuk undang-undang.

Langkah ke tiga, bila telah ada 40 negara yang meratifikasi FCTC-diharapkan Indonesia jadi salah satu di antaranya-maka aturan ini akan diberlakukan di dunia. Diharapkan tahap ini telah tercapai sebelum sidang World Health Assembly WHO tahun 2004 mendatang.

Langkah keempat terpenting tentu saja adalah bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu memang diperlukan adanya aturan yang lengkap berikut sanksinya.

Perlu diingat bahwa asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia dan kebiasaan merokok diketahui dapat menyebabkan 25 penyakit di tubuh manusia. Asap rokok tidak saja mengganggu kesehatan perokok aktif tetapi juga para perokok pasif, dan dapat menimbulkan kematian. Artinya, program penanggulangan masalah merokok dengan FCTC sebagai senjata andalan, adalah suatu program yang menyehatkan bangsa.

Disadur dari KOMPAS


No comments: